Ketika agama, suku bangsa,
bahasa, maupun berbagai keberagaman masih menimbulkan pergesekan-pergesekan,
maka suaralah yang akan menyatukan. Suara sebagai karya pertama Sang Pencipta
yang dimiliki semua mahluk hidup (sarwa prani) mengingatkan akan kesamaan dasar
secara substansial alasan sebuah kelahiran. Bahwa, setiap mahluk yang
dilahirkan atau diciptakan memiliki fungsi dan perannya masing-masing dalam
semesta kehidupan.
Di sinilah Svara Semesta
–komposisi karya-karya Ayu Laksmi menjadi penting. Apa yang dipresentasikan
dalam Svara Semesta merupakan simbol-simbol lembut yang memberi motivasi dan
menggugah kesadaran akan perbedaan. Kesadaran akan desa, kala, patra, kesadaran
untuk mempersatukan anak-anak semesta. Bukan lewat agama, melainkan penyatuan
melalui spiritualisme. Merekatkan anak-anak semesta, ketika bencana demi
bencana, peperangan, dan kekuasaan begitu memerihkan hidup. Melakukan doa untuk
semesta, doa untuk masa ini, dan kelahiran nanti.
“Karya-karya dalam Svara
Semesta merupakan penerjemahan kelembutan rasa melalui pertalian
perasaan-perasaan estetika yang menyatukan getaran hati melalui suara
keindahan. Ia akan membawa, mendirikan atau menghidupkan kembali sesuatu yang
pernah ada. Mengembalikannya ke tempat semula, posisi yang sesungguhnya.
Menyegarkan atau mempertemukan kembali sesuatu yang pernah hilang,” tutur Ayu
Laksmi.
Svara Semesta bukanlah album
rohani meski tak dapat dipungkiri bernafaskan spiritualisme. Kearifan lokal
yang menjadi ruh setiap karya Laksmi secara sadar dikelola untuk membuka ruang
bagi pesan-pesan cinta kasih kepada sesama manusia, semesta, dan Sang Pencipta
yang sengaja ditanam Laksmi di dalamnya.
“Pada akhirnya, suaralah yang
akan mempersatukan. Suara tak terkekang bahasa, sehingga bisa diterima seluruh
lapisan dengan berbagai latar belakang budaya, suku bangsa, warna kulit, dan
bahasa yang berbeda,” demikian Laksmi.
0 komentar:
Posting Komentar