Srimben, Ayu Laksmi, dan Perempuan Indonesia

Sejarah mencatat, keberhasilan lelaki, tidak akan terlepas dari sentuhan tangan seorang perempuan. Apalagi, perempuan itu adalah sosok yang bernama Ibu. Tak terkecuali Soekarno. Di balik segala nama besarnya, bagaimanapun sejarah mencatat dirinya, Soekarno tetaplah seorang anak manusia yang tak akan pernah lepas dari ibunya.

Menyaksikan film Soekarno yang disutradarai Hanung Brahmantyo, selain sosok flamboyan dan patriotisme Bung Karno, cukup berhasil mengingatkan kembali akan pentingnya peran (bahkan kendali) perempuan dalam setiap momentum sejarah. Jika ada pertanyaan, siapakah sosok perempuan yang paling dimuliakan dalam diri Bung Karno, tentu saja (bagi saya), bukan Inggid, bukan pula Fatmawati, tetapi Ida Ayu Nyoman Rai, Ibunya.

Mengutip Wikipedia, Ida Ayu Nyoman Rai lahir sekitar tahun 1881 sebagai anak kedua dari pasangan Nyoman Pasek dan Ni Made Liran. Sewaktu kecil orang tuanya memberi nama panggilan “Srimben”, yang mengandung arti limpahan rezeki yang membawa kebahagiaan dari Bhatari Sri.

Semasa remaja di Banjar Bale Agung, Nyoman Rai Srimben bersahabat dengan Made Lastri yang kemudian mengenalkannya dengan seorang guru Jawa pendatang bernama R. Soekeni. R. Soekeni akhirnya berhasil membawa lari Nyoman Rai Srimben untuk bersatu menempuh hidup baru dengan perjuangan yang hampir melewati pertumpahan darah. Mereka resmi menikah pada tanggal 15 Juni 1887.

Putri pertamanya, Raden Soekarmini (kelak dikenal sebagai Bu Wardoyo) lahir pada tanggal 29 Maret 1898 dan kemudian berpindah ke Surabaya.Di Surabaya inilah pada tanggal 6 Juni 1901 Nyoman Rai Srimben melahirkan Soekarno di sebuah rumah kampong sederhana di sekitar Makam Belanda kampong Pandean III Surabaya. Kisah hidup Srimben tidaklah lazim pada saat itu. Srimben juga dianggap pelopor perkawinan antar suku.

Kehormatan dan Beban Sejarah
Memerankan sosok Srimben dalam film Soekarno bagi Ayu Laksmi, tentu saja merupakan sebuah kehormatan dan kekhawatiran sekaligus. Meskipun hanya tampil dalam kurang lebih 4 (empat) scenes, Ayu Laksmi enggan gegabah. Ia merasa perlu untuk menyambangi kediaman Srimben di Bale Agung, Singaraja-Bali, sekaligus memohon ijin untuk memerankan tokoh yang (bagi Ayu Laksmi) begitu dimuliakan.

“Tentu saja saya melakukan riset walaupun kecil-kecilan, mencari informasi dari berbagai sumber tentang Ibu Srimben. Sebagai orang Bali yang dibesarkan dengan spiritualitas Hindu, saya percaya akan spirit, begitu percaya dengan adanya energi. Karena itu, penting bagi saya untuk mengunjungi kediaman beliau untuk mencoba menggali karakter Bu Srimben lebih dalam lagi. Ini salah satu cara saya untuk menghormati Beliau,” tuturnya, seraya menambahkan bahwa Srimben merupakan sosok ideal perempuan Indonesia yang kuat tapi lembut, keras tapi lentur, juga berani.

Di sisi lain, Ayu Laksmi mengaku sebenarnya ia tak banyak memiliki pengalaman seni peran dalam dunia film. Bahkan, ia menyangsikan talentanya yang tersembunyi tersebut. Namun kenyataan berkata lain. Dalam film tersebut, ia menyita perhatian banyak penonton karena berhasil melepas diri dan menjelma sebagai Srimben. “Saya mendapat apresiasi melalui telepon dari beberapa kawan. Mereka sungguh tak menyangka jika pemeran Ibu Srimben adalah saya. Mereka baru tahu ketika membaca credit di akhir film. Saya sungguh bahagia,” katanya.


Dalam dunia seni peran, Ayu Laksmi pernah membuat kejutan. Ia menjadi nominasi Peran Utama Wanita Terbaik FFI 2008 sebagai Dewi dalam film Under the Tree besutan Garin Nugroho. Selain itu, ia juga pernah memerankan tokoh I Gusti Ayu Kompyang (Ibu I Gusti Ngurah Rai) dalam film Ngurah Rai yang disutradarai Dodid Widjanarko. Tidak hanya film, Ayu Laksmi juga sempat menjajal kemampuannya bermain teater dalam Reportoar Gandamayu sebagai Kalika bersama Teater Garasi dengan sutradari Yudi Ahmad Tajudin dan Gunawan Maryanto.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Diberdayakan oleh Blogger.