Malam itu, Ayu Laksmi kembali
berhasil memindahkan nilai-nilai spiritualitas ke atas panggung pertunjukan. Ia
membawa hampir seluruh audience larut ke dalam dimensi yang diciptakannya
melalui Wirama Totaka dan Maha Asa, dua buah komposisi lagu karyanya sendiri.
Meski dua lirik lagu tersebut menggunakan Bahasa Kawi, ini tidaklah menjadi
kendala bagi audience untuk menikmati sekaligus menghayati nilai-nilai yang
terkandung dalam lagu-lagu tersebut. “Musik memiliki bahasanya sendiri,” tutur
Laksmi.
Sebagai performer, Laksmi
memang pandai memainkan emosi. Gerak teaterikal sebagai representasi lagu yang
dilantunkan seringkali melarutkan audience di dalam setiap pertunjukannya. Ia
pun terlihat metaksu, dengan teratai dan dupa yang selalu menjadi bagian
performance-nya.
“Saya suka aroma dupa. Asap
dupa yang membumbung seolah menjadi media saksi atas berlangsungnya sebuah
upacara. Bagi saya, upacara adalah perwujudan bakti yang dipersembahkan kepada
Tuhan, apa pun bentuknya, termasuk melalui musik yang selama ini menjadi
persembahan saya,” ucap Laksmi.
Lantas bagaimana dengan
teratai? Bagi Laksmi, teratai merupakan bunga yang universal dan sarat nilai.
Masyarakat Mesir Kuno menggunakan bentuk teratai sebagai matahari terbit. Di
India, teratai diposisikan sebagai perlambang kecantikan jiwa. Dalam ajaran
Buddha menegaskan, proses mekarnya bunga teratai melambangkan kebijaksanaan. Di
Hindu sendiri, teratai merupakan lambang kemurnian.
“Teratai yang mengapung rata
di permukaan air tak pernah kotor sekalipun tumbuh di air keruh. Bunga yang
muncul dari dalam air itu tetap bersih, segar, dan indah. Keindahannya pun
terjangkau oleh siapa pun, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Walaupun teratai bukan bunga yang harum semerbak, ia mampu memberikan keindahan
bagi siapa saja,” jelas Laksmi.
Dalam kesempatan yang sama,
Laksmi juga menembangkan Maha Asa, satu dari sekian lagu dalam komposisi album
Svara Semesta yang rencananya akan diluncurkan pada September mendatang. Selama
ini, seringkali ia bermimpi sesuatu yang sangat indah dan penuh pengharapan.
Begitu indahnya, Laksmi sering didera ketakutan dan berusaha menepis mimpi-mimpi
itu, mencemaskan mimpi itu datang lagi.
“Entahlah, saya merasa mimpi
itu terlalu indah dan tidak akan tercapai. Tetapi kemudian saya memposisikan
mimpi itu sebagai pertanda. Saya berusaha menerjemahkan dan mengisinya dengan
energi baru. Begitulah, kini impian itu bukanlah sekedar mimpi. Ia hadir lebih
dari sekedar dream come true,” tukasnya.
Merinding
Beberapa audience yang ditemui
mengatakan, mereka larut dalam keheningan spiritual yang diciptakan Laksmi.
Bagus Mantra, produser musik beberapa band di Bali, mengaku hanyut dalam
suasana magis yang muncul dalam performance Laksmi. “Saya merinding
menyaksikannya,” akunya. Robin Cash, jurnalis sebuah media Australia yang
selalu menyempatkan dirinya datang dari Australia untuk menyaksikan performance
Laksmi juga merasakan hal yang sama. “Ketika Laksmi tampil di stage, saya
merasa seluruh indera dari ujung rambut sampai ujung kaki bergetar, seperti ada
yang mengaliri seluruh diri saya,” ucapnya.
Garin Nugroho, sutradara film,
bahkan rela jauh-jauh datang langsung dari Jakarta untuk menyaksikan Laksmi
tampil pada pembukaan SVF 2010. Audience lainnya, Ketut Sudiana, mengatakan apa
yang ditampilkan Laksmi seolah menjadi puncak pembukaan SVF 2010. Aroma
kemenyan yang tercium dari sekitar panggung pertunjukan semakin menambah magis
suasana malam itu. “Ayu Laksmi sangat cerdas membangun suasana. Aksinya
teaterikal dengan bunga, dupa, dan efek-efek suara dari alat musik yang
dimainkannya menyatu menjadi satu kesatuan yang utuh untuk membangun sinergi.
Mungkin disanalah letak kekuatan Ayu Laksmi,” katanya.
Sementara Raden Sirait,
seorang designer yang karya-karya busananya sempat digunakan Ratu Belanda dan
Michelle Obama, merinding menyaksikan pertunjukan tersebut dan langsung menuju
belakang panggung untuk menjumpai Laksmi. Ia mengaku sangat menyukai
keseluruhan komposisi pertunjukan tersebut.
“Komposisi yang ditunjukkan
Ayu Laksmi sangat mewakili perempuan Indonesia. Ke depan, saya juga berencana
membuat special design untuknya, dengan dominasi putih yang dipadu kain poleng
(hitam putih motif kotak-kotak),” tukasnya.
Di malam berikutnya, Laksmi
juga tampil bersama Nyanyian Dharma menembangkan karyanya, Tri Kaya Parisudha.
Serupa dengan malam sebelumnya, ia kembali memunculkan keheningan spiritual
bersama Tri Utami, Gus Wicak, Manik, dan Anggi, dan penari Nyoman Sura.
0 komentar:
Posting Komentar